Cinta selalu menjadi misteri. Banyak definisi muncul, namun tak satu pun bisa menggambarkan dengan tepat apa itu cinta. Umumnya, cinta digambarkan sebagai rasa indah yang muncul ketika kita bertemu seseorang yang menarik hati atau kepada kekasih.
Namun, seorang filsuf asal Denmark, Soren Kierkegaard, menolak definisi cinta yang romantis itu. Kierkegaard menawarkan definisi cinta yang lebih luas. Baginya, “Cinta adalah segalanya. Ia memberikan segalanya dan membutuhkan segalanya.”
Soren Kierkegaard dan Eksistensialisme
Sebagai filsuf, Kierkegaard dikenal sebagai bapak filsafat eksistensialisme. Pemikirannya sering disejajarkan dengan filsuf besar eksistensialisme lain seperti Friedrich Nietzsche, Martin Heidegger, dan Jean-Paul Sartre. Kierkegaard lahir pada 5 Mei 1813 dan meninggal dunia pada 11 November 1855. Pandangannya tentang cinta dijabarkan dalam bukunya yang berjudul Works of Love, yang terbit pada tahun 1847.
Cinta yang Lebih Luas dari Romantisme
Menurut Kierkegaard, jika pikiran kita hanya berfokus pada cinta romantis, definisinya menjadi sangat sempit. Itu mengerdilkan kedahsyatan cinta yang sebenarnya bisa dimiliki setiap orang. Kierkegaard menilai bahwa cinta melampaui batas ikatan ketertarikan fisik dan berwujud pada kemauan menerima kekurangan orang lain.
Cinta Sejati: Kaerlighed vs. Elskov
Kierkegaard membagi definisi cinta dalam dua kutub ekstrem. Pertama, Kaerlighed atau cinta sejati, seperti yang dipahami dari ajaran Kristen. Kedua, Elskov atau cinta erotis, yang umumnya menjadi pengikat sepasang kekasih. Kierkegaard memilih cinta dalam definisi Kaerlighed, yaitu cinta kepada semua manusia.
Tantangan Mencintai dengan Kaerlighed
Bagaimana kita bisa mencintai orang-orang yang sikapnya tercela, yang tidak keren, yang miskin, atau yang menyebalkan? Jelas sulit. Namun, ketika kita mampu melampaui tantangan itu, kita berada di puncak kemanusiaan. Cinta sejati membuat kita bersedia menerima kekurangan orang lain. Ketika kita benar-benar mencintai seseorang, kita menerima mereka apa adanya. Bukankah kita juga ingin dicintai dengan cara yang sama?
Kierkegaard melihat banyak orang yang mengaku percaya pada cinta, tetapi kesulitan mencintai sepenuh hati. Kenapa? Karena mereka selektif dan menetapkan kriteria ideal di pikiran, bukan berdasarkan kenyataan yang ada. Orang yang memandang cinta hanya secara romantis sering terjebak dalam kesombongan sendiri hingga kesulitan mencintai dan dicintai sepenuhnya.
Cinta Sejati vs. Penilaian dan Penghakiman
Kierkegaard menolak definisi cinta yang membuat orang dibeda-bedakan karena sifat humoris, uang, atau penampilan hingga memunculkan keangkuhan. Cinta seperti itu justru membuat kita tidak toleran. Jika tidak memahami cinta sejati, kita jadi sibuk menghakimi atau menilai orang lain. Alih-alih memberi keindahan, definisi cinta romantis justru memberikan pengalaman pahit di tengah masyarakat. Kierkegaard lebih memilih hidup penuh cinta yang sejati.
Tangga Cinta Kierkegaard
Kierkegaard mengajak kita naik perlahan menuju puncak tangga cinta. Pada anak tangga pertama, kita mencintai orang yang mencintai kita. Pada anak tangga berikutnya, kita mencintai orang yang tidak mencintai kita. Di atasnya lagi, kita mencintai orang-orang yang melakukan hal buruk kepada kita. Pada anak tangga paling atas, kita mencintai semua orang tanpa pengecualian.
Cinta Sejati dan Kehidupan Sosial
Pandangan cinta Kierkegaard meluas dari sekadar hubungan kekasih hingga menyentuh topik soal keadilan di masyarakat. Kierkegaard mengkritik sistem hukum yang keras dan mendorong kita untuk mengaktifkan cinta dalam relasi kehidupan sosial. Menurutnya, hukum yang keras akan membuat manusia bergerak menuju unloving hell atau neraka tanpa cinta.
Kehidupan Pribadi Kierkegaard
Bagaimana dengan kehidupan romansa Kierkegaard? Sebelum karya-karyanya terbit, Kierkegaard bertunangan dengan Regina Olsen, anak seorang pejabat di Denmark. Namun, secara sepihak dan mengejutkan, Kierkegaard membatalkan pertunangan itu. Dia merasa tidak layak menjadi suami Regina karena sering mengalami melankolia dan depresi. Regina akhirnya menikah dengan orang lain. Dalam kesendirian yang kerap dilanda melankolia dan depresi, Kierkegaard menuliskan pemikirannya dan menghasilkan terobosan besar di bidang filsafat eksistensialisme.
Mungkin ini adalah cara Kierkegaard mencapai puncak tangga cintanya.
***